BAB 1
LANDASAN TEORI
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Definisi
Asma bronkial adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan
intermiten yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan dispnea,
batuk, mengi (Suddart dan brunner, 2000).
Asma Bronkial adalah penyakit
pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal
ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. ( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma bronkial adalah penyakit
jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon
dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.( Smeltzer, 2002)
Asma bronkial adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat
reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi atau peradangan dan
hiperresponsif. (Reeves, 2001 )
Asma bronkial adalah penyakit pernafasan obstruksi yang ditandai oleh
spasme akut otot polos bronkhiolus, hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara
dan penurunan ventilasi alveolus (Corwin, 2001).
Asma bronkial suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat
dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas. (United States National Tuberculosis Association, 1967).
1.1.2 Etiologi
1) Infeksi
virus saluran napas : Influenza.
2) Pemanjangan
terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang.
3) Pemajan
terhadap iritan asap rokok, minyak wangi.
4) Olah
raga yang berlebihan
5) Stres atau ekspresi emosional : takut, marah,
frustasi.
6) Obat-obat
aspirin, anti inflamasi non steroid.
7) Lingkungan
kerja : uap zat kimia.
8) Pengawaet
makanan : sulfit.
9)
Faktor lingkungan : perubahan suhu dalam lingkungan mis: udara dingin
10)
Faktor keturunan
1.1.3 1.1.3
Fisiologi
Fisiologi pernafasan adalah
serangkain proses interaksi dan koordinasi yang kompleks yang mempunyai peranan
sangat penting dalam mempertahankan kestabilan, atau homeostasis lingkungan
internal tubuh kita. Sistem pernafasan yang berfungsi dengan baik dapat
menjamin jaringan memperoleh pasokan oksigen yang adekuat dan pembuangan
karbundioksida yang cepat. Proses ini sangat rumit, sehingga mekanisme kontrol
harus dapat memastikan terpeliharanya homeostasis sepanjang kondisi lingkungan
dan kebutuhan tubuh yang terus berubah. Pengaturan pertukaran gas antara
sel-sel tubuh dan darah yang bersirkulasi adalah ”inti” dari fisiologi
pernafasan.
Fungsi yang kompleks ini tidak
mungkin berjalan lancar tanpa adanya integrasi antara berbagai sistem kontrol
fisiologi yang mencakup keseimbangan asam basa, air dan elektrolit, sirkulasi,
dan metabolisme secara fungsional, sistem pernafasan terdiri atas serangkain
proses ” teratur” yang terintegrasi yang mencakup ventilasi pulmunal ( bernafas,
pertukaran gas dalam paru-paru dan jaringan, transpor gas oleh darah, dan
regulasi pernafasan secara keseluruhan (Asih, Effendy, 2004).
1.1.4 1.1.3 Patofisiologi
Suatu serangan
asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam
lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu
diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan
lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell
(APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan
ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya
interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ).
IgE yang terbentuk
akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan
sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu
terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan
diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini
akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel
yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada
kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan
dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of
anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga
reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar
ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan
permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya
saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi
mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas
ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis
pada tahap yang sangat lanjut.
Berdasarkan
etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma
intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi
alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti :
tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta
bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi )
ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan
seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang
berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. Serangan asthma
mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
- Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
- Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penderita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru.
- Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia.
1.1.5
Tanda Gejala
1) Sesak napas
2) Retraksi dada
3) Batuk berdahak.
4) Mengi atau wheezing.
5) Napas cuping hidung.
6) Pernapasan cepat dan dangkal.
7) Selama serangan asma, udara
terperangkap karena spasme dan mukus
memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara
menjadi lebih lama.
1.1.6 Komplikasi
1)
Atelektasis
2)
Apnoe
3)
Gagal nafas
4)
Asidosis Respiratorik
1.1.7
Pemeriksaan Diagnostik
1)
Foto dada AP lateral, diameter
anteroposterior membeasar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi
yang tersebar.
2)
Analisa gas darah : hipercarbia
sebagi tanda airtrapping, asidosis ,etabilik, respiratorik
3) Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSU yang dapat dikerjakan secara bed side
4)
Kapasitas inspirasi menurun
pada emfisema
5)
Bronkogram : menunjukkana
dilatasi silindris bronkus pada inspirasi
1.1.8
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1.
Pemeriksaan sputum :
eosinofilia dengan reaktivitas alergi, sputum jernih dan berbusa ( alergik),
sputum kental dan putih
atau berserabut (nonalergik)
2.
Pemeriksaan AGD :
ph menurun (N7,35–7,45), PCO2 > 45mmHg, PO2 menurun (N 95-100mmHg)
b.
Foto
dada : selama periode akut menunjukkan
hiperinflasi dan pendataran diafragma
1.1.9
Penatalaksanaan
1)
Pencegahan
terhadap pemajanan alergen
2) Pencegahan juga mencakup memantau
ventilasi secara berkala terutama saat musim dingin
3)
Anti-inflamasi
sebagai permulaan serangan
4)
Steroid
inhalasi menghentikan proses peradangan
5) Agonis Beta untuk mendilatasi
otot-otot polos bronkhial
6) Metilsantin mempunyai efek
bronkhodilatasi
atau menghilangkan spasme
7) Obat anti-kolinergik untuk mengurangi
efek parasimpatis sehingga melemaskan otot-otot polos bronkhiolus
1.2
Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1. Pernafasan ( B1 : Breathing )
Riwayat
batuk dengan sputum, riwayat terpapar zat kimia : rokok, didapatkan nafas cepat
dan dangkal, ada nafas cuping hidung, ekspirasi memanjang, terdapat wheezing
atau mengi
2.
Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding
)
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit
jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Heart rate mungkin meningkat atau
menglami penurunan (tachy atau bradi cardia). Irama jantung mungkin ireguler
atau juga normal. Edema : Jugular vena distension, odema anasarka, crackles
mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna kulit mungkin pucat baik di
bibir dan di kuku.
c.
Persarafan ( B3 : Brain )
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation, gelisah, insomnia
d. Perkemihan – Eliminasi Uri ( B4 :
Blader )
Terdapat gangguan eliminasi uri
seperti disuria, retensi urin
e. Pencernaan – Eliminasi Alvi ( B5 : Bowel )
Bising
usus mungkin meningkat atau juga normal. Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit,
berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
f. Tulang – Otot – Integumen ( B6 : Bone )
Kelemahan, kelelahan saat
melakukan aktivitas
1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa 1 : Bersihan jalan
napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan
sekret di bronkus
Batasan karakteristik :
Tujuan Keperawatan : Jalan napas kembali efektif
Kriteria hasil :
1.Sesak, batuk, sputum berkurang
sampai hilang.
2.Tidak terdapat suara napas tambahan.
3.Tanda Vital normal
4.Tidak menggunakan otot-otot pernapasan
tambahan
Intervensi
:
1.
Observasi bunyi napas atau auskultasi adanya wheezing, ronchi.
R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
dengan obstruksi jalan nafas
2.
Observasi frekuensi nafas
R : Pernafasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
3. Lakukan hisap lendir dan hati-hati
bila klien tidak mampu mengeluarkan lendir sendiri.
R : Penghisapan diberikan bila batuk
tidak efektif
4.
Anjurkan pasien untuk sering minum air hangat
R :Penggunaan cairan hangat dapat meneurunkan
spasme bronkus
5.
Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian nebuliser
R : Kelembababn menurunkan kekentalan
sekret mempermudah pengeluaran
6.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi atau obat bronkhodilator
R : Menurunkan spasme jalan nafas
Diagnosa 2 : Pola
nafas tidak efektif
berhubungan dengan adanya bronkhospasme
Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Pola
nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1. Klien menunjukkan tanda ventilasi adekuat
2. Nafas 16-24 x/menit
3. Hilangnya tanda-tanda sianosis
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
R : Memonitor keadaan umum
2. Monitor kedalaman dan frekuensi
pernapasan.
R : Pernafasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
3. Observasi kulit dan membran mukosa
R : Sianosis perifer
menunjukkan adanya vasokonstriksi. Sianosis sekitar mulut adanya hipoksemia
4. Kolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian O2
R : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan
kerja nafas
Diagnosa 3 : Cemas
berhubungan dengan gangguan pertukaran gas
Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Cemas
dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1. Klien merasa tenang dan bisa menerima keadaannya.
2. Pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Jelaskan proses penyakit dan prosedur
pengobatan sesuai tingkat pemahaman klien.
R : Menjelaskan ansietas karena rasa
ketidaktahuan dan menurunkan takut tentang keamanan pribadi
2. Anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk selalu
mendampingi klien.
R : membantu dalam neurunkan ansietas
yang berhubungan dengan penolakan adanya dispneu berat
3. Dukung klien atau orang terdekat dalam menerima keadaan atau situasi yang dihadapi khususnya tahap
penyembuhan yang lama.
R : Mekanisme koping dan partisipasi
dalam program pengobatan
4.
Berikan
tindakan kenyamanan
R : Dapat menurunkan stress dan perhatain tak langsung
untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping
Diagnosa
4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang atau anoreksia
Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Berat badan dan tinggi badan ideal,
Tidak
ada tanda-tanda hiperglikemik atau
hipoglikemik, nafsu makan meningkat.
Intervensi:
11. Menganjurkan
pasien untuk makan sedikit tapi sering.
R
: meningkatkan nafsu makan yang
kurang.
22. Memantau
status nutrisi dan kebiasaan makan
R:
untuk mengetahui tentang keadaan dan
kebutuhan nutrisi .
33. Memantau
intake output dengan cara menanyakan berapa kali pasien makan dan
BAB.
R:
Untuk mengetahui keseimbangan antara pemasukan
dan pngeluaran.
44. Memberikan HE
tentang kebutuhan nutrisi.
R:
untuk menambah pengetahuan klien
tentang kebutuhan nutrisi.
Diagnosa 5 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan
Batasan
Karakteristik :
Mayor:
1a. Perubahan frekuensi pernafasan
2b. Perubahan nadi (frekuensi,
irama, kualitas)
Minor:
1a. Takipnea, hipernea, hiperventilasi
2b. Irama pernafasan tidak teratur
3c. Pernapasan yang berat
Tujuan :
1a. Dapat menurunkan tanda dan
gejala gangguan pertukaran gas
2b. Pasien dapat menunjukkan
peningkatan perubahan pertukaran gas seperti tanda vital, nilai AGD dan
ekspresi wajah.
Kriteria Hasil :
(1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
(2) Menyatakan gejala berkurang
(3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan
cara koping adaptif untuk mengatasinya
Intervensi :
- Observasi TTV
R : Mengidentifikasi keadaan pasien dalam intervensi
yang diberikan
- Kaji adanya bunyi nafas tambahan, peningkatan pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan
R : Infeksi pada paru menyebabkan efek luas pada
paru, efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress
pernafasan
- Berikan posisi tidur semi fowler
R : Posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru
- Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku
R : Akumulasi secret atau pengaruh
jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital jaringan
- Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
R : Menurunkan konsumsi oksigen
atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya
gejala
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen
R : Alat dalam memperbaiki hipoksemia
yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya
permukaan alveolar paru
- Kolaborasi dalam pemberian obat
R : Dengan terapi pengobatan dapat mempercepat
proses penyembuhan
1.1.2
Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan
sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi
adalah :
a.
Untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b.
Untuk
melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai
apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien :
a. Tujuan
tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan
pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai
sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya
sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c. Tujuan tidak
tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan
OBAT ASMA
BalasHapusinfo yang sangat menarik